en.wikipedia.org |
Feminisme
merupakan gerakan mengubah kedudukan perempuan untuk mendapatkan kesetaraan dan
persamaan derajat dengan laki-laki. Feminisme bukanlah perjuangan emansipasi perempuan di
hadapan laki-laki saja, karena mereka juga sadar bahwa laki-laki (terutama kaum
ploretar) juga mengalami penderitaan yang diakibatkan oleh dominasi,
eksploitasi serta represi dari sistem yang tidak adil. Pada intinya gerakan
feminisme adalah perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur
yang tidak adil, menuju sistem yang adil bagi perempuan dan laki-laki. Pada hakikatnya gerakan Feminisme mempunyai 3
(tiga) ciri dasar, yaitu: menyadari, dengan adanya rasa sadar kita bisa mengetahui bahwa sesungguhnya gerakan
feminisme itu perlu dipelajari. Kalau kita sudah tahu feminisme itu perlu dipelajari, maka selanjutnya yaitu mencaritahu, dengan itu kita tidak hanya sebatas tahu saja tetapi mencari tahu apa itu feminisme, perkembangan dan sejarahnya.
Setelah semua itu, hal yang
terakhir adalah melakukan gerakan.
Semua ciri dasar di atas apabila disadari dan diaplikasikan maka kita bisa mengetahui apa yang
dinamakan gerakan feminisme yang sesungguhnya.
Analisis Sejarah
Dalam sejarah, gerakan feminisme itu lahir dari awal kebangkitan perempuan untuk menggeser
status sebagai makhluk kedua setelah laki-laki di dunia ini.Gerakan
feminisme ini berkembang pada abad pertengahan Eropa, yaitu pada abad 16-18 M. Pada periode awal ini perempuan dianggap tidak rasional (yang
selalu menggunakan perasaan sebagai tolak ukur) dan laki-laki hanya untuk melindungi saja, tidak harus bekerja mencari nafkah.
Sedangkan yang harus mencari nafkah hanyalah perempuan. Selain itu perempuan juga dianggap sebagai jelmaan iblis atau setan. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dogma
gereja yang pada abad itu telah menjadi kebijakan nomor satu. Keadaan seperti ini membuat beberapa
filsuf Eropa memulai kritiknya terhadap kebijakan-kebijakan gereja yang
diskriminatif. Isu-isu kesetaraan pun mulai merebak dan menjadi perdebatan di antero Eropa.
Pada saat itu para perempuan juga secara diam-diam memulai gerakan-gerakan kecil untuk menentang dominasi laki-laki. Namun tuntutan akan kesetaraan derajat antara perempuan dan laki-laki baru bisa mereka wujudkan pada awal abad ke 17 di Inggris. Tokoh-tokoh macam Susan B. Anthony dan Elizabeth Cady Staton mempelopori
gerakan-gerakan kebangkitan perempuan melalui surat kabar The
Revolution.
Pada abad 18-19 M yaitu pada gelombang
pertama terjadi pembodohan terhadap perempuan,
hal ini diakibatkan karena perempuan menjadi nomor dua atau second line. Seperti halnya yang kita ketahui
di sejarah-sejarah pada sebelumnya, perempuan hanya bisa meramu makanan, sedangkan
yang laki-laki berburu, mencari bahan makanan dan sebagainya. Di sini jelas terlihat bahwa
perempuan tidak diberikan kepercayaan untuk ikut andil dalam membantu laki-laki.
Pada gelombang kedua yaitu abad 19 M
mulai muncul kebebasan pada gerakan perempuan yang mengakibatkan adanya
aliran-aliran dalam feminisme. Di antaranya yaitu :
1. Feminisme Liberal
Pada aliran ini mengatakan bahwa kebebasan dan persamaan berakar pada
rasion alitas, dan “perempuan adalah makhluk rasional” juga, maka mereka menuntut hak yang sama
seperti kaum laki-laki. Di sini kaum perempuan harus dididik agar mampu
bersaing untuk merebut kesempatan dalam memasuki prinsip-prinsip maskulinitas (Women in Development). Pada hakikatnya masalah keterbelakangan kaum perempuan berasal dari dirinya
sendiri, dan upaya yang dilakukan yaitu harus adanya persamaan hak, pendidikan,
hukum, dan peran.
2. Feminisme Radikal
Aliran ini muncul karena penindasan perempuan berasal dari laki-laki yang dianggap berakar pada jenis kelamin laki-laki
dan ideologi patriarkinya. Seperti halnya penguasaan fisik terhadap perempuan yang merupakan
sistem hirarki seksual dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege
ekonomi.
3. Feminisme Marxisme
Feminisme marxis menolak gagasan biologi sebagai dasar pembedaan gender.
Pada aliran ini penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam
hubungan produksi, sehingga persoalan perempuan selalu diletakkan dalam
kerangka kritik atas kapitalisme.
Pada masa kapitalisme penindasan terhadap perempuan semakin kuat, salah
satunya yaitu perempuan dijadikan sebagai buruh dengan upah yang lebih rendah
daripada laki-laki, atau perempuan sebagai buruh cadangan. Jadi penindasan perempuan bersifat structural dan akan selesai apabila
ada perubahan pada struktur kelas, dalam artian menghapuskan sistem kapitalis internasional.
4.
Feminisme Sosialis
Pada
feminism sosialis berasumsi bahwa metode historis materialis Mark dan Engels
dengan gagasannya tentang personal is political pada kaum radikal dilakukan
sintesis. Tentu saja dengan harapan mempertahankan Feminitas, karena dirasa penindasan
yang terjadi di kelas bahkan di revolusi sosialis tidak bisa menaikkan derajat perempuan.
Maka menurut kaum sosialis, perlu adanya penggabungan antara analisis kelas dan
analisis patriarki.
Feminisme di Indonesia
Di
Indonesia perkembangangerakan feminism di pengaruhi oleh budaya domestik
sendiri, karena melihat dari ketidakseimbangan hubungan antara laki-laki dan perempuan
dalam konteks budaya daerah masing-masing sudah berbeda. Belumlagi ideologi
patriarki yang mereka tanamkan.
Akan
tetapi kebudayaan yang sesungguhnya adalah energi sosial, pada saat energi sosial
itu didominasi maka terjadilah penekanan yang tadinya sama dalam konteks jenis kelamin.
Hal ini berarti laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Persoalan ini tidaklah
pada lingkup yang hampa, oleh karenanya proses kesetaraan bisa dilihat lagi pada
pendidikan yang dulu pernah kita kenyam. Misalnya saja dalam mata pelajaran Bahasa
Indonesia, dulu kita dididik seperti ini,
“Ayah bekerja di kantor; Ibu memasak di dapur; Ani bermain boneka; dan Budi
bermain sepak bola”. Apakah harus seperti itu? Ibu juga bisa bekerja di
kator. Kebudayaan yang seperti inilah yang harus diluruskan. Belum lagi mengenai
budaya Jawa.
Pada
tahun 1880-an gerakan feminisme sudah mulai muncul. Gerakan ini diawali oleh
R.A Kartini. Pada saat itu beliau menulis surat-surat yang mengobarkan semangat
di antara kaum perempuan. Yang isinya adalah , “Kami anak-anak perempuan
yang masih terbelenggu oleh adat-istiadat lama, hanya boleh memanfaatkan sedikit
saja dari kemajuan di bidang pendidikan itu. Sebagai anak-anak perempuan,
setiap hari pergi meninggalkan rumah untuk belajar di sekolah sudah merupakan pelanggaran
besar terhadap adat negeri kami.”
Di
dalam budaya Jawa ada empat golongan, yaitu: golongan miskin, golongan menengah,
golongan santri, dan golongan abangan.
Dari
empat golongan di atas yang mendapatkan pendidikan hanyalah golongan abangan,
meskipun hanya sampai sekolah dasar. Pada tahun 1904, Dewi Sartika mendirikan sekolah
pertama yang dikenal dengan “keutamaan istri”. Di sinilah gerakan feminisme di Indonesia
mulai berkembang.
Oleh: Sunnatul Lailiyah (Bendahara PMII Gus Dur Periode
2013-2014)
0 Komentar