Semarang, pmiigusdur.com - Semarang, 12/13 Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) Rayon Abdurrahman Wahid menggelar acara Dialog Kebangsaan di Gedung
Kopertais lantai 2 IAIN Walisongo.
Acara puncak dari serangkaian agenda Haul Gus
Dur ke-4 yang digelar PMII Abdurrahman Wahid ini berlangsung tertib dengan
mengambil tema “Gusdur dalam Perspektif Masyarakat papua”.
Sebagai pembicara yaitu Dr. Hamdani Mu’in,
M.Ag, senior PMII dan dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN
Walisongo dan Peit Yobee perwakilan dari Keluarga Mahasiswa Papua.
Acara yang mengambil konsep ala Konferensi Meja
Bundar itu nampak khas, karena peserta bisa bertatapan
langsung satu sama lain mengelilingi meja. Dan peserta yang hadir berjumlah 50
orang.
Dalam sambutannya Imam Syafi’i selaku Ketua Rayon
mengatakan bahwa tujuan dari acara ini adalah menumbuhkan kembali bagaimana
cara berdialog dan berdialektika dalam formasi organisasi maupun non
organisasi.
Dilanjutkan tambahan dari Ketua Komisariat Sahabat
Ri’yat, ”Tidak penting dimana kita ada yang terpenting adalah kita mampu berada
di majelis ilmu”. Sambutan Sahabat Ri’yat tadi sekaligus membuka acara dialog
kebangsaan.
Kemudian pukul 14.19 WIB diskusi dimulai. Bertindak
sebagai moderator diskusi yaitu sahabati Mahya Afiyati Ulya, Reporter dan
Bendahara SKM Amanat.
Diskusi diawali pemaparan oleh Dr. Hamdani Mu’in.
Doktor yang juga Ketua Pusat Mahasiswa Ahlith Thoriqoh Al Mu'tabaroh An Nahdliyyah (MATAN) ini menyampaikan bahwa mengenal sosok Gus Dur sangat unik karena pemikirannya yang sulit ditebak dan sulit dimengerti oleh masyarakaat secara umum.
Juga yang perlu digaris bawahi untuk semua
orang adalah kita semua lupa bahwa Gus Dur itu seorang santri yang sahaja.
Dalam bahasanya yang khas pula, Peit Yobee
menganggap Gus Dur sebagai gurunya orang-orang Papua dan bapak demokrasi Papua.
Di ujung diskusi Peit Yobee menyampaikan, ketika
Gus Dur meninggal, warga Papua sangat merasa kehilangan, ibarat anak ayam
kehilangan induknya. Karena atas jasa Gus Dur pula nama Irian tahun 2000
menjadi Papua seperti sekarang ini.
Acara itu usai pada pukul 15.32 yang ditutup
dengan pembacaan puisi Tafakur bagi Gus Dur karya Adhi M. Massardi oleh sahabati Nayiroh.
Laporan: Asih Sugiarti
0 Komentar