4 November kemarin menjadi sejarah
penting bangsa Indonesia. Ribuan massa aksi datang ke Jakarta untuk demo menuntut
Ahok (Salah satu bakal calon Gubenur DKI Jakarta) dijadikan tersangka karena
dianggap menistakan agama. Dia dianggap telah menistakan Al-Quran karena
mengatakan "Jangan mau dibodohi Al Quran". Padahal statement
tersebut dengan jelas adalah hasil editan Bumi Yani. Teks aslinya adalah
"jangan mau dibohongi pake Al Qur'an".
Kejadian ini menjadi bahan bagi
kelompok tertentu untuk kemudian memojokkan Ahok. Entah motifnya karena membela
agama atau ada "interest politic". Namun, terlepas dari kepentingan
kelompok tertentu, baik yang kemarin sudah demo tanggal 4 November dan akan
demo lagi tanggal 2 Desember, nampaknya ada poin menarik yang mungkin bisa
didiskusikan. Yakni soal statemen Ahok, "jangan mau dibohongi pakai Al
Qur'an". Saya ingin mengelaborasi statement ini. Bahwa dalam
konteks hari ini, mungkin ada benarnya juga kalau terjadi pembohongan publik
dengan memakai ayat-ayat agama. Mungkin ini sudah terjadi lama, baik dalam
Islam sendiri maupun dalam agama lain. Sehingga, para intelektual kemudian
banyak yang mengkritik eksistensi agama.
Pertama, Tersebarnya ideologi
Jabariyah di Era Umayyah. Menurut Ali Asghar Engineering bahwa paham Jabariyah
yang mengajarkan pre-destination sengaja disebarkan oleh Muawiyah untuk
melegitimasi kekuasaannya. Muawiyah menyebarkan ideologi ini dengan memakai
ayat-ayat Al Quran yang sekiranya mendukung statementnya. Kedua, Kritik
Marx bahwa agama adalah sebagai candu. Di era Marx terjadi pembohongan publik
oleh para petinggi agama kepada masyarakat. Para petinggi agama yang notabene
juga elit Borjuis melontarkan dalil-dalil yang sekiranya dapat mempertahankan
dan mengabsahkan kedudukan mereka atas kemungkinan terjadinya kemarahan rakyat
atas ketidakadilan. Agama menjadi alat penghibur dengan mengumbar janji-janji
surga diakhirat sehingga rakyat dibina bobokan.
Terakhir, pembohongan publik yang dilakukan
oleh kelompok radikal. Kelompok radikal, sebagaimana kita ketahui sebagai
kelompok yang keras dan tekstualis, sebagiannya melahirkan kelompok-kelompok
yang mengaku sebagai mujahid fi Sabilillah. Mereka memakai ayat-ayat Al
Quran dan yang memang secara harfiah, tekstual memperbolehkan dan memerintahkan
memerangi orang kafir, bahkan menggunakan pedang. Padahal pada kenyataannya
kalau dipahami secara mendalam Islam tidaklah demikian. Bahkan, sebenarnya
islam memperbolehkan perang dengan terpaksa.
Dalam sebuah Seminar, Dr. Phil.
Sahiron mengatakan bahwa ayat pertama (Al hajj-39) tentang perang dalam Al
Quran sangat mengandung nilai-nilai perdamaian. Ayat tersebut artinya begini,
"diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka didholimi, ......". Ayat tersebut diawali dengan fiil
madhi mabni majhul, "udzina" yang kalau dalam bahasa
Indonesia bermakna telah terpaksa Aku (Allah) izinkan. Lalu, Abu Zahrah dalam
tafsirnya "zuhroh at-tafasir" menyebutkan bahwa kata pasif itu
menyiratkan makna bahwa umat Islam tidak ofensif (menyerang).
Secara historis, bahwa ayat pertama
ini berhubungan dengan pengusiran terhadap Rasulullah dari Makkah. Abu Zahrah
juga menambahkan bahwa umat Islam diperbolehkan untuk berperang ketika mereka
diserang terlebih dahulu atau didzolimi. Inilah ajaran Islam yang sebenarnya.
Bahwa peperangan itu adalah hal yang sudah sangat terpaksa. Namun, berdasarkan
apa yang disampaikan Dr. Phil. Sahiron bahwa orang-orang yang mengaku pejuang
di jalan Allah dengan perang tidak memakai ayat ini sebagai patokan awal untuk
melangkah pada ayat-ayat selanjutnya. Mereka memakai ayat-ayat lain untuk
melegitimasi aktivitasnya. Menurut beliau seharusnya ayat-ayat lain itu
dinaungi oleh ayat pertama. Inilah kemudian yang terjadi, bahwa ketiga fenomena
sejarah tersebut sama-sama menggunakan ayat suci secara serampangan tanpa
mengkajinya secara mendalam.
Maka, menurut saya statement Ahok ini
perlu kita perhatikan secara seksama. Pertama, dalam bermadzhab pada pemikiran
kelompok tertentu kita harus selektif dan mengkajinya secara mendalam serta
komprehensif. Kedua, bahwa apakah kita dalam memakai ayat sudah tepat ataukah
masih serampangan? Jadi, terlepas dari kebijakan-kebijakan Ahok yang sangat
kontroversial, bagi saya Ahok ingin menyampaikan bahwa kita harus hati-hati dan
tidak serampangan dalam ber-ayat.
Gus Ma'ruf
Sahabat PMII Abdurrahman Wahid Angkatan 2013
dan Presiden BEM FITK UIN WS periode 2016
0 Komentar