Dok. PMII AW |
Semarang, pmiigusdur.com – Dalam menyambut hari lahir
(Harlah) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ke-57, PMII Rayon
Abdurrahman Wahid Komisariat Walisongo mengadakan diskusi bedah film dokumenter
tentang Mahbub Djunaidi. Acara yang berlangsung di aula gedung Q kampus 2 UIN
Walisongo, Jum’at (14/4) mengahdirkan dua pembicara, yaitu M. Rofiuddin (ketua
Aliansi Juranlis Independen (AJI) Semarang dan Jurnalis Tempo) serta Muhsin
Jamil (Dekan Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FuHum).
Faul Ahada, selaku moderator acara tersebut mengatakan dalam
bedah film Mahbub Djunaidi para kader PMII Abdurrahman Wahid utamanya akan
lebih mengenal sosok beliau. “Dengan film ini kita akan tahu sosok Mahbub Djunaidi
yang merupakan salah seorang pendiri PMII dan ketua PMII pertama,” ujarnya.
Penulis dan Penggerak Wacana
Setelah usai film dokumenter tentang Mahbub Djunaidi ini
diputar, acara dilanjutkan pada sesi diskusi bersama dua pembicara yang telah
hadir. Dalam kesempatan kali ini, Rofiuddin, menyampaikan bahwa sosok Mahbub Djunaidi
bukanlah sekedar pelopor munculnya PMII saja, namun juga salah satu penulis
(kolomnis) yang handal, terbukti tulisan sosok Mahbub djunaidi sudah
terpublikasikan di media-media saat itu dan juga beberapa buku-buku yang ia
terbitkan. “Beliau membuktikan bahwa untuk berjuang kita tidak harus pandai
berdebat ataupun unjuk rasa saja, namun lewat tulisanpun kita bisa,” jelasnya.
Rofiuddin, juga menambahkan bahwa menulis itu gagasan yang lebih
permanen dibanding kita harus orasi. Karena dengan tulisan akan dibaca oleh
kalangan lebih luas bahkan lintas zaman, sedangkan orasi hanya akan didengar
oleh orang disekitarnya saja. “Seperti kata Pramudya Ananta Toer, bahwa menulis
itu sebuah keabadian, tentunya tulisan akan lebih permanin dibanding orasi
saja,” tutur jurnalis Tempo ini.
Selain itu, Ia juga menyinggung soal kader saat ini terlalu
nyaman pada zonanya. Sehingga sulit menciptakan sebuah karya yang besar dan
fenomenal. “Kita perlu keluar dari zona nyaman untuk bisa menciptakan sebuah
karya besar, seperti sosok Mahbub Djunaidi menciptakan karya-karyanya pada saat
situasi Indonesia lagi kacau,”harapnya.
Kontekstualisasi Gerakan
Mahbub Djunaidi dikenal sebagai sosok yang pandai menjalin
komunikasi di semua kalangan, tak jarang ia juga sempat bertemu pejabat-pejabat
pada masanya, bahkan diundang oleh presiden kala itu ialah Soekarno. “Beliau bukan hanya mahir berkomunkasi dengan
kalangannya saja, namun disemua kalangan, beliau dikenal pandai sekali
berjejaring” ungkap Muhsin Jamil dalam kesempatannya pada forum diskusi.
Dekan FuHum ini juga menambahkan, pentingnya menumbuhkan
kesadaran historis sesuai kontekstualisasinya dalam menjawab segala
persoalan-persoalan yang sekarang ini sangat menjalar yaitu korupsi dan
intoleransi. “Kita perlu melakukan kontekstualisasi perjuangan Mahbub Djunaidi
pada era sekarang ini yang banyak sekali problemnya, terkait korupsi dan
intoleransi”tuturnya.
Sedangkan dalam permasalah intoleransi, Rofiuddin, menjelaskan
pada era opini publik saat ini, gerakan Islam radikal mulai merajalela di media
sosial dan hal ini membuatnya berharap pada kader PMII saat ini untuk mulai
sadar serta melakukan kontra opini untuk melawan gerakan tersebut. “kita harus
menangkalnya melalui kontra opini dengan ideologi yang kita miliki. Bisa
lewat tulisan di media masa ataupun
membuat karya berupa film-film pendek”pungkas ketua AJI Semarang periode
2014-2017 ini.
Lap. M. Fakhrur Riza (Koord. Div. Penerbitan LKaP)
0 Komentar