Menggagas
Pemikiran diatas Perbedaan dan Persamaan
Judul
buku : Muhammad SAW dan
Karl Marx Tentang Masyarakat tanpa Kelas
Penulis : Munir Che Anam
Penerbit : Pustaka Pelajar
Tahun
terbit : Maret 2008
Tebal
buku : 289 halaman
Resensator :
Fatim. R
Kepasrahan atas ketetapan Allah SWT yang bersenyawa
dengan ketundukan pada kekuasaan-Nya yang tak tertandingi, telah meniscayakan
kita untuk selalu bernaung di bawah lindungan-Nya dari konspirasi yang
menjebak. Begitupun kebijaksanaan hati yang telah mampu memberi pertimbangan
pada rasio disaat akan memutuskan suatu ketetapan, telah pula mengajarkan kita
untuk pandai mensyukuri samudra nikmat yang dihamparkan-Nya.
Dalam buku
karangan Munir Che Anam yang berjudul “ Muhammad SAW dan Karl Marx tentang Masyarakat
Tanpa Kelas”, terdapat dua tokoh yang memiliki ideologi dalam pemikirannya.
Kedua tokoh ini mampu mengerakkan dan merubah sejarah karena cara berfikir,
bertindak, mempunyai cita-cita luhur dan ambisi mereka untuk menciptakan satu
tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera damai bebas dari penghisapan dan
eksploitasi bersama.
Buku terbitan Pustaka Pelajar tahun 2008 dengan
tebal 289 halaman ini menyampaikan tentang pemikiran kedua tokoh, tidak ada
niatan untuk membandingkan atau bahkan melecehkan Muhammad SAW sebagai seorang
nabi Islam, Karl Marx yang merupakan tokoh yang dikenal luas justru mengkritik
agama secara tajam dan menganggap agama adalah candu masyarakat. Dalam buku ini
penulis ingin menghadirkan mereka berdua untuk saling menemukan kembali nilai
heroisme yang mereka bawa dan ajarkan, meskipun keduanya memiliki perbedaan
yang sangat jauh. Justru dengan menghadirkan perbedaan tersebut secara
bersamaan diharapkan pembaca mampu menemukan dan semangat tiada henti.
Nabi Muhammad SAW sebagai seorang Rasul yang
menegakkan keadilan dengan tauhidnya hal ini jauh sulit bisa kita tangkap dalam
tarikh-tarikh kerasulan yang dihadirkan secara dogmatis. Hal ini penulis ingin
menghadirkan Nabi Muhammad SAW sebagai seorang aktifis tulen-sejati yang
mampu merubah peradaban dunia dengan cemerlang. Bahkan tokoh Michael H. Hart
dalam karyanya Seratus Tokoh yang paling Berpengaruh dalam Sejarah
menempatkan Muhammad SAW pada urutan paling atas sebagi tokoh yang paling
berpengaruh dalam sejarah umat manusia. Begitupun dengan Karl Marx yang tidak
hanya merupakan seorang filosof, sosok ini merupakan manusia yang telah mampu
mengguncangkan peradaban umat manusia dalam dua abad terakhir bahkan teorinya
mampu mempengaruhi hampir semua disiplin ilmu pengetahuan hingga hari ini.
Keduanya adalah Nabi bagi para pengikutnya masing-masing, mempunyai cita-cita
besar akan terwujudnya masyarakat tanpa penghisapan dan eksploitasi dengan
teori dan langkah yang mereka lakukan masing-masing. Meskipun kemudian sejarah
menguji dan mencatat kenabian mereka, mana yang lebih berhasil dan mampu
membangun peradaban umat manusia serta mana sesngguhnya seorang Nabi yang mampu
menuntun umatnya dalam menyusuri terjadinya kehidupan ini.
Buku ini dimaksudkan untuk membandingkan tentang
masyarakat tanpa kelas menurut kedua tokoh. Pandangan Nabi Muhammad SAW yang
didasarkan pada firman ilahi dalam kitab
suci Al Qur’an, ucapan dan perilaku Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya pendapat Karl Marx umumnya diambil atau
didasarkan pada hal-hal yang dimuat dalam Das Kapital. Kalaupun ada persamaan
antara keduanya, menjadi jelas bagi kita pengambilan sumber-sumber sudah jauh
berbeda. Prinsip yang digunakan juga sudah jauh sangat berbeda, walaupun
kesimpulannya tidak jauh berbeda. Oleh karena itu buku dengan tebal 289 halaman
ini ingin menghadirkan persamaan dan perbedaan, sehingga tidak terjadi
kesalahan fatal dalam mempersamakan keduanya. Gagasan keduanya yang menjadi
inspirasi umat manusia untuk bangkit dari keterbelakangnya dan
ketertindasannya. Terlepas dari pro dan kontra yang ada, yang jelas keduanya
memiliki mimpi yang besar tentang keadilan dalam masyarakat.
Analisis tentang masyarakat tanpa kelas yang
terdapat pada bab empat semakin jelas. Epistemologi Muhammad SAW dalam
menganalisis masyarakat tanpa kelas menggunakan sumber wahyu (Al Qur’an) dan ijtihad ( kekuatan
intelektual nabi). Dalam konteks epistemologi Al- Jabiri dapat dikatakan beliau
menggunakan kolaborasi antara epistemology bayani dan burhani.
Kemudian Karl Marx menganalisis menggunakan metode materialisme dialektik dan
rasional-empiris ( ilmiah). Dalam konteks epistemology Al Jabiri, Karl Marx
menggunakan epistemology burhani ( knowledge by intellect).
Kemudian yang menarik juga dari buku ini salah
satunya yaitu pengantarnya di tuliskan langsung oleh Kh Abdurrahman Wahid,
karena penulis juga adalah aktifis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
D.I Yogyakarta. Hal ini semakin menambah minat pembaca, terkhususnya bagi para
aktivis PMII yang ada di seluruh pelosok Nusantara. Di sisi lain, ada beberapa
hadis yang tulisannya tidak begitu jelas. Bukan hanya pada tulisan arabnya,
pada tulisan latin pun ada beberapa yang tercetak kurang sempurna. Sehingga hal
tersebut mengakibatkan huruf-hurufnya tidak bisa terbaca.
Seribu
langkah pun sebuah pijakkan, tidak akan berarti tanpa satu langkah. Pemikiran
kedua tokoh yang begitu mengisnpirasi bagi manusia, semoga saja jejak langkah
tentang kebaikan tidak terpuruk begitu saja.
Oleh
: F. R
0 Komentar