"Aku mungkin tak setuju dengan pendapatmu, tapi aku akan mati-matian berjuang agar kau bisa menyuarakan pendapat itu", Adalah semboyan paten bagi para penegak demokrasi, yang mana selalu mereka gaungkan kemanapun mereka menginjakkan kaki. Istilah demokrasi pada dua dasawarsa terakhir, khususnya di berbagai Negara berkembang kian populer, baik pada tingkat wacana maupun arus gerakan sosial politik. Sebagai suatu sistem politik, demokrasi telah menempati stratum teratas yang diterima oleh banyak Negara. Berbagai catatan sejarah dari berbagai penjuru dunia adalah sebuah bukti konkrit bahwasannya demokrasi merupakan sebuah sistem politik yang benar – benar ada dan bereksistensi.
Keruntuhan ideologi komunis pada tahun 1989 adalah sebuah momentum penting bagi perluasan demokrasi sebagai wacana pilihan sistem politik. Kepopuleran demokrasi sebagai ideologi secara cepat menyebar dengan berkembangnya wacana kritis tentang kegagalan praktik otoritarianisme. Hadirnya demokrasi seakan telah menjadi hal berarti dan nyata dalam mengatasi masalah sosial politik yang selama ini diderita berbagai Negara. Sebagai sebuah konsep, demokrasi memiliki makna luas dan mengandung banyak elemen yang kompleks. Abraham Linclon mengartikan demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pendapat lain mengatakan bahwa demokrasi adalah suatu metode penataan kelembagaan untuk sampai pada keputusan politik, dimana individu meraih kekuasaan untuk mengambil keputusan melalui perjuangan kompetitif dalam meraih suara. Namun demikian, proses kompetisi itu harus tetap dibingkai oleh etika normatif yang mengarah pada terjadinya equlibrium sosial.
Demokrasi sebagai nilai dibangun di atas tiga pilar. Pertama, kebebasan. Demokrasi harus didukung oleh kebebasan individu dalam mengekpresikan gagasan dan kreativitasnya. Karena demokrasi menuntut kebebasan berpendapat, maka tidak akan ada sensor terhadap pendapat. Pilar kedua adalah pluratisme. Kebebasan perlu diiringi dengan penghargaan atas keragaman dan penghormatan terhadap kemajemukan. Pilar ketiga adalah adanya simpul, pengikat atau toleransi. Menggaris bawahi pada pilar yang pertama, bebas dalam kaitan demokrasi adalah bebas yang bertanggung jawab, yang merupakan kebebasan untuk mengekpresikan dirinya dengan tidak menganggu orang lain. Kebebasan yang dimiliki adalah juga terbatas, yaitu dibatasi oleh kebebasan orang lain.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang secara nyata mengatur dan mengakui demokrasi sebagai mekanisme pemerintahan. Demokrasi pancasila adalah identitas dari Bangsa ini. Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yaitu “Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang” Pasal tersebut memuat dua prinsip. Pertama prinsip kedaulatan rakyat atau demokrasi dan yang kedua adalah prinsip Negara hukum dan UUD 1945 merupakan konstitusi Negara Indonesia yang telah mengalami empat kali amandemen. Dalam UUD 1945, berbagai peraturan disusun dengan berlandaskan pancasila dan sistem demokrasi beserta pilar-pilarnya. Hingga kemudian, diterjemahkan pada PP, Perda, dan lain sebagianya.
Namun, kenyataan pahit harus diterima oleh Bangsa ini. Banyak narasi membanjiri sudut-sudut kota atas demokrasi Indonesia yang sedang sakit. Beragam kasus atas nama demokrasi terus bermunculan. Berbagai upaya dari tikus-tikus berdasi terus digencarkan untuk menyegel kebebasan masyarakat melalui instrumen kekuasaan. Demokrasi telah tersayat oleh kerakusan dalam berbagai skandal dan motif politik transaksional. “Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”, adalah sebuah ungkapan yang hanya dapat ditemui ketika kampanye saja. Tak heran, jika korupsi, kolusi, dan nepotisme seakan telah mendarah daging pada Bangsa ini. Tak tanggung-tanggung, pesta demokrasi yang seharusnya menjadi ajang pergulatan dengan menjunjung asas lubir dan jurdil kini hanya sebatas teori belaka. Dengan menghalalkan berbagai cara seperti, money politic dan intimidasi terus digencarkan agar dapat menduduki jabatan yang diinginkan.
Kebebasan yang merupakan ruh dari demokrasi pun telah terciderai. Salah satu bukti nyata adalah kasus Omnibus Law Cipta Kerja, sebuah perencanaan terhadap perampingan UU yang digadangkan pemerintah telah menuai pro dan kontra. Pasalnya, berbagai alasan hadir dalam penolakan UU ini. Seperti, dinilai bakal memiskinkan kelas buruh Indonesia. Selain itu, UU ini menjadikan pemerintah akan memanjakan para pengusaha dengan menghapus pidana perburuhan dan menggantinya dengan sanksi perdata berupa denda dan sanksi administrasi. Demokrasi bukan tentang siapa yang kuat maka dialah yang bertahan. Demokrasi adalah sebuah sistem dimana seluruh rakyat dapat memperjuangkan kehidupan mereka tanpa mengganggu kebebasan rakyat lainnya.
Pada dasarnya, sudah menjadi sebuah tatananan yang apik dengan diberlakukannya sistem demokrasi pada Negara ini. Sudah sepatutnya jika pancasila dijadikan sebagai dasar penegak demokrasi. Karena pancasila merupakan ideologi Bangsa, atau ruh dari Negara Indonesia. Maka, benar diakui bahwasannya demokrasi pancasila adalah sistem politik yang cocok diterapkan pada Bangsa yang besar ini. Segala sistem demokrasi tersusun rapi atas nama kesejahteraan rakyat dan menjadikan pancasila sebagai landasan atas segala peraturan. Namun, dengan wajah demokrasi Indonesia yang seperti ini, perlu adanya sebuah evaluasi dan pemurnian kembali makna dari “demokrasi” oleh setiap elemen masyarakat tanpa terkecuali, baik itu dari para pejabat, pun dengan para rakyat biasa. Atau demokrasi Indonesia akan terus sakit.
Penulis : Finata
Ilustrator : Risa
0 Komentar