Ilustrasi pendidikan yang memerdekakan : pexels |
Pmiigusdur- Ibarat menanam pohon, jerih payah tidak bisa langsung dinikmati,
tetapi harus menunggu beberapa saat lamanya hingga pohon yang
ditanam berbuah. Demikian pula Pendidikan, baru tampak hasilnya setelah melalui
kurun waktu bertahun-tahun. Di dalam Pendidikan, unsur utamanya adalah pendidik
dan peserta didik. Cara memperlakukan peserta didik oleh pendidik akan
berpengaruh besar terhadap pribadi peserta didik di kemudian hari. Oleh karena
itu, muncul berbagai macam teori Pendidikan.
Pendidikan sebagai ilmu telah diwarnai oleh banyaknya teori Pendidikan,
seperti: teori kognitivisme, teori behaviorisme, teori konstruktivisme, teori
humanis, dan teori lainnya. Teori behaviorisme menekankan pada stimulus dan
respon. Dalam teori kognitivisme, perkembangan peserta didik berkaitan dengan
cara peserta didik membangun pemahaman yang ada di dalam pikirannya. Teori
konstruktivisme merupakan teori yang
percaya bahwa setiap peserta
didik mampu membangun pemahamannya sendiri asalkan diberi kebebasan dan tangggung jawab untuk melakukannya. Dalam
teori humanis percaya bahwa peserta didik harus dibantu untuk menemukan
dirinya sebagai seorang manusia
seutuhnya. Terlepas dari segala teori yang berasal dari Barat itu, bangsa
Indonesia mempunyai tokoh Pendidikan yang konsep-konsep Pendidikannya masih
relevan hingga saat ini, yaitu Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai tokoh pergerakan nasional. Dalam
sejarah pergerakan Indonesia, kita mengenal istilah Tiga Serangkai; E.F.E
Douwes Dekker, Tjipto Mangunkoesoemo, dan Ki Hajar Dewantara. Mereka mendirikan
partai yang dikenal dengan sebutan Indische Partij pada 25 Desember 1912.
Perjalanan politik dan Pendidikan Ki Hajar Dewantara mempertemukannya dengan
gagasan Pendidikan Friedrich Wilhelm August (1782-1852) tentang permainan
sebagai media pembelajaran dan gagasan Maria Montessori (1870-1952) yaitu
memberi kemerdekaan kepada anak-anak. Kedua gagasan ini menjadi dasar berpikir
serta pondasi untuk pengembangan Perguruan Taman Siswa yang didirikan Ki Hajar
Dewantara setelah pulang dari Belanda pada tahun 1922. Terbatasnya akses
Pendidikan bagi bangsa Indonesia pada masa kolonialisme Belanda menjadi salah
satu alasan Ki Hajar Dewantara mendirikan perguruan Taman Siswa. Perguruan
Taman Siswa didirikan pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Perguruan ini kemudian
berkembang luas, baik di dalam maupun di luar Pulau Jawa, seperti: Sumatra,
Bali, Sulawesi, Kalimantan, dan Ambon. Tujuan Perguruan Taman Siswa itu adalah
menuju Indonesia merdeka, demi terwujudnya masyarakat tertib dan damai. Menurut
Ki Hajar Dewantara, Pendidikan Nasional Taman Siswa adalah antitesa terhadap
sistem Pendidikan bangsa kolonial yang bersifat regering, tucht, dan orde
(perintah, hukuman, dan ketertiban). Pendidikan seperti ini yang mengekang dan
menindas anak-anak. Singkatnya, taman siswa didirikan sebagai bentuk
pembentukan karakter bumiputera pelajar di Indonesia. Dikarenakan sistem
Pendidikan masa kolonial yang sangat mengekang, hanya ditunjukan untuk mendapat
ijazah, dan menghasilkan kaum siap kerja. Dalam pelaksanaan kegiatan ajar,
Taman Siswa menyelenggarakan sistem Pendidikan yang dapat membentuk karakter
siswa berlandaskan budaya bangsa. Salah satu tujuannya adalah mempercepat
kemerdekaan yang sejak lama dicita-citakan kaum nasionalis. Perguruan Taman
Siswa juga didirikan untuk menampung minat masyarakat Hindia yang ingin bersekolah
namun terkendala oleh berbagai hal, termasuk status sosial. Sebab, Pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Hindia Belanda saat itu lebih
diperuntukkan bagi kaum bangsawan maupun pangreh praja (pegawai pemerintah),
sehingga rakyat jelata tidak bisa bersekolah. Kehadiran Perguruan Taman Siswa
membuka kesempatan bagi semua orang untuk bisa bersekolah secara mudah dan
murah. Mudah karena tidak ada persyaratan-persyaratan khusus, sedangkan murah
dalam artian biayanya terjangkau oleh semua golongan. Tidak mengherankan bila
dalam kurun waktu delapan tahun (1922-1930) jumlah Perguruan Taman Siswa telah
mencapai 100 cabang dengan jumlah puluhan ribu murid. Kesempurnaan Pendidikan
dalam masyarakat akan terwujud apabila orang-orang yang berkepentingan, yaitu
orang tua, tokoh masyarakat, dan para guru dengan pemuda, bersatu paham, misal
dalam bidang agama, bidang politik, serta dalam kebangsaan, sehingga sistem Tri
Pusat Pendidikan itu akan tercapai. Terwujudnya Tri Pusat Pendidikan akan
melahirkan calon-calon pemimpin bangsa ini yang berkarakter Ing Ngarsa Sung
Tulodho, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani. Para pemimpin yang
diidealkan Ki Hajar Dewantara ini di masa depan akan menghasilkan pemimpin yang
tangguh karena merupakan pemimpin yang disiplin terhadap dirinya sendiri maupun
terhadap lingkungan masyarakat.
Salah satu konsep dikenalkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah momong,
among, dan ngemong yang kemudian dikembangkan menjadi tiga prinsip kepemimpinan
di Taman Siswa: Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri
Handayani. Pada dasarnya, konsep-konsep Pendidikan itu mengutamakan cinta dan
kasih sayang. Mendidik sebagaimana dilakukan orang tua atau Bapak dan Ibu
kepada anak-anaknya sendiri.
Ing Ngarsa Sung Tuladha yang artinya di depan. Maksud di depan
adalah seseorang harus bisa memberi teladan atau contoh. Teladan menjadi kata
kunci kesuksesan dalam pembelajaran, sehingga ketika pembelajaran berlangsung
seorang pendidik harus membimbing dan mengarahkan agar tujuan pembelajaran yang
dipelajari siswa benar dan tepat. Selama proses pembelajaran, guru tanpa sadar
menjadi panutan bagi siswa baik dari kata maupun perbuatan. Oleh karena itu,
pendidik selain menguasai pengetahuan, dia juga harus mempunyai pribadi yang
dapat dicontoh.
Ing Madya Mangun Karsa yang artinya ditengah-tengah atau diantara
seseorang bisa menciptakan prakarsa dan ide. Guru memiliki peranan penting
untuk menstimulus agar terciptanya prakarsa dan ide di dalam proses
pembelajaran. Kehadiran guru dapat memfasilitasi dengan beragam metode dan
strategi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu, potensi yang
dimiliki oleh siswa dapat berkembang dengan baik.
Tut Wuri Handayani yang artinya dari belakang seorang pendidik
harus bisa memberikan dorongan dan arahan. Pada pengertian itu, seseorang harus
dapat mendorong orang yang dalam tangung jawabnya untuk mencapai tujuan secara
berkelanjutan dalam pekerjaannya. Dalam proses pembelajaran, guru harus memberi
dorongan kepada siswanya untuk selalu belajar dengan tuntas dan maju
berkelanjutan. Sehingga kata kunci sukses dalam pembelajaran adalah belajar
tuntas dan berkelanjutan yang memiliki makna pada kehidupan.
Guru, pendidik memiliki peranan penting dalam kemajuan suatu bangsa, sebab bangsa yang besar adalah bangsa yang terdidik melalui nilai-nilai luhur. Ki Hajar Dewantara juga mengedepankan Pendidikan karakter. Beliau mengajarkan bagaimana kita bisa memerdekakan diri kita sendiri dan tentu saja merdeka sebagai rakyat, bangsa, dan negara. Singkatnya, Ki Hajar Dewantara mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang percaya diri, baik sebagai individu maupun bagian dari sebuah bangsa.
Penulis: Ulil Albab
Editor: Agustin
0 Komentar