“Allah….(helaan nafas yang hampir habis terdengar
jelas), bagaimana nantinya”, ucapku dengan suara lirih.
Entah apa yang ada di fikiranku hari itu, semua hilang, kosong bak desa yang tersapu tsunami, hancur tak tersisa. hanya air mata yang masih terus mengalir tanpa ada suara. Ya, hal yang tidak pernah kuduga, ku pertimbangkan, ku bayangkan, bahkan ku harapkan tiba.
Kehilangan sosok paling berharga ternyata sangat tersiksa, rasanya sia-sia, sosok yang setiap malam ku peluk sebelum ku berajak menuju tempat tidurku, ku pastikan perutnya masih mengembang dan mengempis. Namun, nyatanya aku manusia biasa hanya bisa menjaga, milik-Nya akan tetap diambil oleh-Nya karena memang hak-Nya. Aku hanya orang biasa yang dititipkan bersamanya. Tuhan lebih sayang dia dan mungkin aku terlalu menyusahkan untuknya.
;;;;
Kenalkan aku Lulu, anak paling bahagia tahun itu, orang yang merasa paling beruntung dengan semua yang aku rasakan. Juni aku dinyatakn lulus univ dengan jalur prestasi, dengan beberapa percobaan yang sebelumnya aku ditolak 5 universitas karena memang aku terlalu percaya diri mendaftar dengan jalur raport, hehe. Nyatanya nilai raport tidak berarti semua, harus ada jalur langit tentunya.
Awalnya aku sedih, terpuruk, dan merasa menjadi orang paling bodoh di dunia. Ibu menguatkanku bahwa memang ini belum porsimu.
“Sekolah mana saja sama, Lu. Tergantung orangnya. Udah kalau gak keterima, sekolah disitu saja (univ
swasta dekat rumah) nanti tak antar jemput”, ucap Ibu.
;;;;
Juli tahun lalu malaikat tak bersayapku Kembali ke Sang pencipta, dengan ijin-Nya dan skenario yang pencipta berikan yang menjadikan ku kuat hingga hari ini. Tak ku sangka 16 hari yang lalu adalah ziarah terakhirku bersamanya. Kota Cirebon menjadi akhir cerita ku dengannya, aku merasa menjadi anak paling bahagia di suapin nasi megono khas pekalongan dengan gorengan hangat dan es teh tawar di tengah teriknya alun- alun Cirebon, terasa enaknya hingga tulisan ini dibuat.
Entah bagaimana kedepannya, apakah aku bisa melanjutkan berjalanan hidup ini dengan banyak kenangan yang tertanam. Namun, jika itu hilang mungkin akan lebih menyakitkan.
;;;;
Setelah diterima hari itu aku merasa paling bahagia, Allah SWT. maha tahu segalanya. Ternyata Allah SWT. punya cara untuk mewarnai hariku.
Aku adalah anak yang tidak terlalu dekat dengan ayah dan kakak. Aku hanya sering berbicara dan bercerita dengan ibu, bahkan meminta uang kepada ayah harus melalui ibu. Bisa dikatakan aku jarang bicara dengan ayah dan kakakku. Jadi aku biasa saja ketika diterima dan tidak bilang ayah karena aku merasa yang berhak tahu adalah ibu.
Hingga hari dimana tidak pernah aku pikirkan, ibu harus kembali kepada Sang pencipta. Aku berpikir bagaimana nantinya hidupku? bagaimana aku menjalin semuanya? apakah aku mampu menjadi penumpang kapal dengan salah satu layer yang sudah hilang?.
Minggu pertama masih terasa mudah karena banyak orang yang peduli. Namun, sampai hari ini aku baru sadar bahwa sebenarnya orang hanya terlihat peduli ketika ingin peduli. Is okay, karena memang semua orang mempunyai urusannya masing-masing. Hingga kesini rasanya amat berat, bingung bagaimana cara minta uang pada ayah, berbicara pada kakak, dan hal yang masih ku takutkan hingga saat ini bertemu orang-orang.
;;;;;
Di rumah, aku memang perempuan satu-satunya diantara ayah dan kakakku. Ya, tapi aku juga manusia biasa, punya rasa, punya Lelah, dan punya hati tentunya. Nyatanya orang hanya akan memandang anak perempuan harus membereskan semuanya. Awalnya aku tidak kuat, rasanya ingin mati. Aku lelah, kenapa mereka tidak membantuku? setidaknya membantu membuang sampah pada tempatnya. Kalau di ingat rasanya begitu berat, mampukah aku kehidupan yang akan datang?.
Aku ingat aku adalah maba generasi online hari itu. Harus bangun pagi, masak, dan menyapu. Lalu kuliah karena MOS, namun apa hanya kesalahan yang di lihat oleh dua laki-laki itu, awalnya aku kira wajar karena yang kehilangan bukan aku saja, tapi mereka juga. Memang aku bukan orang paling tersiksa karena kakakku adalah anak kesayangan ibu, tidak pernah bisa lepas darinya, mungkin hatinya lebih tersiksa harus kehilangan separuh tubuhnya, ayahku juga mungkin dia adalah orang paling menderita karena kehingan separuh nyawanya. Namun, apakah mereka mengerti seberapa besar runtuhnya diriku ini?, merasa menjadi orang yang sekarang hanya hidup sesuai jalannya.
Bagaimana nantinya untuk membayar biaya kuliahku? karena sebelumnya malaikatku yang membianyaiku membantu ayahku, kakakku juga masih kuliah apakah aku mampu melanjutkan?, minta uang belanja saja wajah ayah membuatku ingin segera pergi dari dunia, aku harus kuat karena mereka harus sehat. Aku harus bisa karena mereka berdua masih punya impian yang nyata, biar Allah SWT. saja mengetahui semua sesak di dada.
Semua ku lampiaskan pada Sang pencipta, hingga ku pikir akankah Allah SWT. masih menerima keluahku yang terlalu banyak bicara, aku yang kurang bersyukur tidak melihat ke bawah ada yang masih menderita. Tapi Allah SWT. tahu segalanya, sekali lagi beliau memberikan Amanah beasiswa untukku full tanpa harus membanyar biaya kuliah. Ternyata memang mengkhawatirkan kedepannya akan seperti apa, itu seperti tidak percaya ada Tuhan. Nyatanya Allah SWT. membuktikan bahwa Allah SWT. selalu ada untuk mahluk-Nya. Salah satunya saya. Lulu si paling bahagia.
Ini adalah sedikit kisahku mungkin jika diceritakan akan lebih banyak hal untuk terus bersabar dan bersabar, walau aku tahu yang ada batasnya bukan sabar, tapi batas suci di masjid, hehe. Maaf kalau kurang nyambung karena ini adalah tulisan pertamaku.
Karya: Lily
Editor: Agustin
Semarang, 18 November 2022
0 Komentar