Era saat ini disebut dengan era digitalisasi. Era dimana teknologi telah berkembang pesat di berbagai belahan dunia. Adanya teknologi membawa pengaruh positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Pengaruh positif teknologi mungkin sudah sering kita lihat ataupun kita alami sendiri, salah satunya yaitu mempermudah akses dalam menggali informasi. Sedangkan pengaruh negatif dari teknologi dapat kita telaah dari contoh sisi positif itu sendiri, yaitu tersebarnya data ataupun informasi palsu, sehingga terjadilah kesalahpahaman informasi yang beredar. Suasana seperti ini telah menjadi suatu hal yang sering kita jumpai di berbagai media. Maka dari itu, perlu adanya upaya agar kita mengetahui informasi-informasi yang beredar, apakah informasi tersebut real atau hoax. Salah satu upaya tersebut yakni dengan mengembangkan pola literasi, karena dengan pengembangan pola literasi dapat menambah wawasan kita ketika ingin mengkritisi suatu hal.
Urgensi pengembangan pola literasi terhadap intelektual kader
Seiring berjalannya waktu, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) telah menjalankan berbagai konsep agar kualitas kader dapat mengikuti perkembangan zaman. Hal ini sesuai dengan tujuan PMII yang berbunyi “... serta Komitmen dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia”. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban kita sebagai bagian dari PMII untuk menghadapi tantangan perkembangan zaman.
Mengembangkan pola literasi merupakan salah satu upaya dalam menghadapi perkembangan zaman. Karena dengan adanya mengembangkan pola literasi dapat membentuk dan mengembangkan pola berpikir, berkomunikasi dengan baik, serta meningkatkan kreativitas berpikir setiap individu.
Menurut UNESCO, literasi adalah kemampuan individu untuk mengenali, memahami, menginterpretasikan, membuat, menggunakan, dan memproses informasi dan pengetahuan dengan beragam media dan format yang berbeda. Selaras dengan definisi tersebut, mengembangkan pola literasi pada kader akan berefek pada pola berpikir individu dalam menanggapi maupun mengkritisi fenomena yang terjadi secara real dalam kehidupan.
Fakta di lapangan
Pada umumnya, teori sering berlawanan dengan realita yang ada. Entah itu dari teori yang terlalu berat diimplementasikan, cara implementasi teori yang kurang tepat, ataupun hal luar, seperti kebiasaan dan kondisi zaman.
Dalam konteks ini, penulis melihat bahwa argumen tersebut sangatlah berguna dalam mengembangkan intelektual kader PMII Rayon Abdurrahman Wahid. Namun, nyatanya masih banyak yang memaknai literasi hanya sebagai kegiatan membaca saja. Literasi memiliki makna lain seperti berdiskusi, membaca, menulis, dan sebagainya. Selain itu, kebanyakan masyarakat saat ini terlalu mudah percaya terhadap sebuah informasi tanpa adanya usaha untuk mengetahui bahwa informasi tersebut merupakan informasi yang faktual.
Upaya
Menurut kacamata penulis, beratnya implementasi argumen tersebut ialah kebiasaan masyarakat yang ingin serba instan dan malas terhadap hal yang menurutnya tidak menarik. Seperti kebiasaan rebahan dengan bermain smartphone dan tidak digunakan dengan semestinya.
Salah satu upaya untuk menangani hal ini ialah dengan menyadarkan para kader akan pentingnya makna literasi, baik di dalam maupun luar kampus. Bukan hanya menyadarkan, tetapi juga mengajak mereka agar makna yang terkandung dalam "literasi" bukan hanya sebatas informasi saja, tetapi lebih bersifat aplikatif dalam kehidupan.
Contohnya ialah dengan mengajak para kader membaca, baik membaca buku ataupun kehidupan nyata. Setelah itu, mengajaknya untuk berdiskusi mengenai apa yang telah dibaca dengan melalui pendekatan dialektika agar pemahaman yang dia terima bukan hanya sebatas data yang disimpan dalam memori, tetapi juga mampu menghidangkan pemahamannya terkait isi dari sumber tersebut.
Penulis: Habib Husen
Editor: Agustin
0 Komentar