Ketidakadilan hak asasi manusia (HAM) sering kali mencerminkan kelemahan dalam sistem perlindungan hukum dan pengakuan terhadap hak-hak individu. Kasus Marsinah dan pendeta Papua adalah dua contoh yang menegaskan pentingnya perjuangan untuk hak asasi manusia di Indonesia.


Marsinah, seorang buruh wanita yang memperjuangkan hak-hak pekerja di tahun 1993, menjadi simbol perjuangan buruh dan kesenjangan sistemik. Keberaniannya dalam menuntut upah yang adil dan kondisi kerja yang layak membawanya pada perdebatan dengan aparat keamanan. Kasusnya menjadi sorotan publik ketika ia ditemukan tewas dengan beberapa bekas luka, membuktikan adanya kekejaman yang dilakukan oleh pihak-pihak berwenang. Meskipun ada upaya untuk menuntaskan kasus tersebut, banyak yang merasa bahwa kasus ini menunjukkan kegagalan sistem hukum dalam menegakkan keadilan, terutama bagi mereka yang memperjuangkan hak-hak dasar mereka.

 

Di sisi lain, kasus pendeta Yeremia Zanambani di Papua memperlihatkan aspek yang berbeda dari ketidakadilan HAM. Pendeta Zanambani, yang dikenal sebagai tokoh agama dan aktivis hak-hak Papua, tewas dengan luka tembak pada bulan September tahun 2020. Kematian Pendeta Zanambani, merupakan salah satu dari banyak pelanggaran HAM di Papua, menggambarkan konflik antara masyarakat Papua dan aparat keamanan. Penembakan tersebut diduga dilakukan oleh pihak keamanan, yang menegaskan bahwa kekuatan militer dan polisi tidak hanya gagal dalam melindungi masyarakat, tetapi juga terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia.

 

Kedua kasus tersebut, memperlihatkan bahwa ketidakadilan HAM tidak hanya terbatas pada kekerasan fisik, tetapi juga mencakup penekanan terhadap kebebasan berbicara dan hak untuk berjuang. Marsinah dan Pendeta Zanambani adalah simbol dari kekuatan individu yang menuntut hak-hak mereka di tengah ancaman kekuatan yang jauh lebih besar. Mereka menunjukkan bahwa setiap orang, memiliki hak untuk menyuarakan ketidakadilan dan memperjuangkan hak-haknya. Ketidakadilan yang menimpa mereka bukan hanya masalah individu, tetapi juga tantangan bagi seluruh sistem hukum dan masyarakat.

 

Dalam konteks ini, kasus Marsinah dan pendeta Papua menyerukan perlunya reformasi dalam sistem hukum dan penegakan HAM di Indonesia. Mereka mengingatkan kita bahwa hak asasi manusia bukanlah sesuatu yang bisa ditawar, melainkan hak yang harus dihormati dan dilindungi oleh semua pihak. Perjuangan mereka untuk hak-hak mereka adalah cermin dari kebutuhan mendesak untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki akses ke keadilan dan perlindungan, tanpa terhalang oleh kekuatan yang tidak adil.


Penulis: Husenn

Editor: Habib