Minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir
batin. Sebuah istilah umum yang ladzim di Indonesia walaupun sebenarnya hanya
sebatas kesamaan akhir fonem saja, namun cukup mewakili suasana. Berselang dua
minggu pasca lebaran di negeri para pencari Rupiah ini aktifitas masyarakat
mulai berangsur kembali ke kondisi normal. Desa mulai berkurang keramaiannya
karena ditinggal para putra terbaiknya yang memilih menyemarakkan kota yang
terlanjur hiruk pikuk demi menyemarakkan dapur dan masa depan kehidupan.
Pergolakan ekonomi yang mengalir kembali pasca
kemandekannya ditandai dengan abnormalnya harga-harga kebutuhan, berbanding
terbalik dengan arus lalu lintas yang justru kembali bakal sering macet selepas
kembalinya penduduk dari daerah asal mereka. Secara sosial, moment mudik
seperti ini akan berefek rasa kangen pada keramah-tamahan ala perkampungan,
berganti keseriusan penuh ketidakpastian kota dengan segala harapannya.
Begitu pula manusia IAIN Walisongo, termasuk
diantaranya tentu mahasiswa-mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang
kembali menghidupkan kematisurian kampus selama beberapa minggu. Singkatnya
masa libur dikarenakan masa registrasi dan OPAK serta lain sebagainya membuat
mahasiswa menghabiskan sisa lebaran di Ngaliyan, seraya menyelanggarakan acara
kecil-kecilan. Beberapa Himpunan Mahasiswa (Hima) sering dijumpai tengah
mengadakan tasyakuran maupun halal bi halal kecil di sudut-sudut kampus untuk
sekedar melepas rasa kangen, saling bersilaturahmi, hingga makan-makan.
Organisasi intra maupun ekstra agaknya berbeda jalan, dengan mengambil langkah
silaturahmi secara personal. Mungkin persiapan OPAK maupun Wisuda tengah
menyita perhatian keduanya. Walaupun tentu tidak mengurangi rasa persaudaraan
diantara mereka.
Rasanya sudah menjadi tradisi bagi IAIN
Walisongo hanya memberi liburan lebaran singkat bila dibandingkan dengan
universitas-universitas lain. Di satu sisi secara positif Institut tidak ingin menyia-nyiakan
waktu yang teramat berharga. Namun di sisi lain bagi mahasiswa libur lebaran
yang singkat dirasa agak memberatkan dikarenakan lebaran dijadikan lahan
menyuburkan kembali tali silaturahmi yang terenggang atau bahkan teracak-acak
selama masa tidak bertemu. Sehari di rumah rasanya sangat berharga jika
dibandingkan sehari di Semarang hanya untuk mengurusi keperluan krusial namun
sangat singkat.
Apabila diperhatikan, banyak mahasiswa lama
yang memilih mengawalkan maupun mengakhirkan registrasi menurut jadwal yang
disediakan Institut, sehingga mereka bisa lebih memiliki waktu banyak di rumah,
terutama yang berasal dari daerah yang jauh regional Jawa Tengah maupun luar
provinsi. Beberapa yang lain memilih registrasi di BTN di kota terdekat dari
rumah mereka, dan kembali ke Semarang untuk sekedar validasi, dilanjutkan
kepulangan lanjutan terutama setelah mendapat kabar bahwa perwalian diundur
hingga 20 Agustus. Sebuah berkah tersendiri.
Sebagai manusia yang diamanahi masa untuk
mulai tumbuh dewasa dan berpikir bijak, kebijakan Institut harus disikapi
dengan arif. Pemanfaatan waktu menjadi hal yang sangat penting baik ketika di
rumah maupun ketika kembali ke Semarang. Selang waktu di kampung harus
dimanfaatkan dengan baik dan efisien seperti penjadwalan silaturahim ke
rumah-rumah yang sejalur dan sedaerah dengan satu alokasi waktu. Menghabiskan
waktu bersama keluarga juga harus disertai menyelesaikan urusan-urusan
sederhana tanpa menunda-nunda kesempatan. Manfaatkan juga waktu di kampus untuk
menyelesaikan urusan kampus sekaligus bisa bersilaturahim dengan teman dan
warga yang lain. Tidak salah memang menyempatkan pulang di waktu luang yang
tersisa, dan tidak keliru pula memanfaatkan sisa waktu bersilaturahim di
Semarang, yang terpenting adalah bagaimana waktu yang terlanjur berjatah tetap
bisa dialokasikan dengan sebaik-baiknya untuk kegiatan yang bermanfaat tidak
hanya dari sisi pribadi, namun juga bagi rasa persaudaraan terhadap sesama.
Lebaran dan Kuliah bukanlah sesuatu yang menjadi halangan baik untuk ber-ihsan
kepada sesama maupun ber-tholabul ilmi, namun justru dengan memahami
keduanya secara arif dan melaksanakannya secara bijak, akan menambah sempurna
tujuan dari puasa ramadhan yang telah lalu: menjadi manusia yang bertaqwa.
written by : M Ali Furqon
0 Komentar