Dok.internet |
Senin, 7 Desember 2015
Lembaga Kajian dan Penerbitan (LKaP) mengadakan diskusi rutinan dengan tema
“Pendidikan” yang didampingi oleh Andi Hakim Ash Shidqi. Diskusi yang dilaksanakan
di depan Gedung Dekanat lama ini dimulai dengan pemahaman mengenai Bapak
Pendidikan Indonesia, yakni Ki Hajar Dewantara yang mempunyai nama asli Raden
Mas Suwardi Suryoningrat. Andi, sapaan akrabnya mengemukakan bahwa konsep
pendidikan yang ideal mengintegrasikan tiga hal, yakni dimensi fikliyah,
batiniah, dan jismiah. “Seharusnya pendidikan yang ideal untuk
menciptakaan manusia yang sempurna, dia harus menyeimbangan tiga hal itu,”
tuturnya sebelum mengkaji mengenai pendidikan lebih dalam.
Ki Hajar Dewantara
merupakan seseorang yang sangat berjasa, utamanya dalam bidang pendidikan.
Terdapat banyak pemikiran tentang pendidikan ideal yang hingga kini masih
dijadikan acuan. Berkat jasanya, dia mendapatkan gelar Bapak Pendidika
Indonesia.
Manusia dikatakan
sempurna jika daya cipta, rasa, dan karsa saling mendukung dan menopang. Hal
tersebut sesuai dengan hakikat pendidikan (Trisaksi), yang merupakan konsep
pendidikan Ki Hajar Dewantara. Selain itu manusia yang sempurna juga harus
sesuai dengan konsep insan paripurna (insan
kamil) yang dicita-citakan oleh pendidikan nasional, sebagaimana yang
dituturkan oleh Andi. Namun pada praktiknya masih banyak pendidik yang merasa
dirinya benar dan menjustifikasi siswanya bahwa dia pintar, bodoh, dan
lain-lain. Hal tersebut tidak berimbang, karena berdasarkann teori Howard
Gardner bahwa setiap anak yang lahir ke dunia, sudah memiliki bakat bawaan dan
kecerdasan masing-masing.
Di Indonesia hasil dari
pendidikan hanya diukur dengan angka sebagai output dari pendidikan. Sehingga
Indonesia masih kalah dengan Negara Finlandia, Negara kecil yang menjadi Negara
dengan pendidikan no.1 di dunia yang mengukur kualitas berdasarkan tiga dimensi
pendidikan. Sebagai pendidik tidak boleh larut dalam sistem yang tidak melihat
tiga dimensi pendidikan, sebagaimana yang diungkapkan Andi. “Jadi kita jangan
larut dalam sistem sepeti ini. Sebagai guru harus mempunyai wawasan yang luas,”
ungkapnya.
Dalam proses
pengajaran, pendidikan harus memperhatikan beberapa asas pendidikan, yakni asas
kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan, asas kebangsaan, dan asas
kemanusiaan. Dalam asas kemerdekaan, anak dikatakan merdeka bahwa ketika lahir
sudah memiliki kecerdasan atau potensi yang bebeda-beda. Sehingga memiliki hak
untuk memilih passion yang diinginkan
sesuai dengan potensinya. Kemudian asas kodrat alam, secara alamiah anak lahir
dengan kecenderungan yang dimiliki. Andi mengatakan bahwa sebagai orang tua
tidak boleh mendesain anaknya seeperti apa yang diinginkan. Karena, sebagaimana
yang dikatakan oleh Galileo, bahwa kita tidak bisa mengajarkan apa-apa kepada
anak, yang kita bisa lakukan hanya bisa memfasilitasi mereka untuk menjadi apa
yang mereka inginkan.
Selanjutnya asas kebudayaan,
sebagai pendidik harus menghargai budaya masyarakat. Karena hal ini dapat
mempermudah proses pembelajaran. Asas kebangsaan, banyak lembaga pendidikan
yang mendidik siswanya untuk membenci Indonesia atau memberhalakan pancasila.
Yang terakhir adalah asas kemanusiaan, sesama manusia harus saling menghargai
kemanusiaan dan tidak menghakimi orang lain.
Selain itu, tidak membeda-bedakan sesama manusia baik dari segi agama,
suku, dan lain-lain.
Terdapat tiga aspek
penting pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara. Yang pertama yaitu Trisentra,
yang terdiri atas keluarga, sekolah, dan masyarakat. Diantara keluarga,
sekolah, dan masyarakat harus seimbang dan berjalan beriringan. Namun dalam
kenyataannya banyak orang tua yang menyerahkan sepenuhnya pendidikan terhadap
sekolah. Padahal pendidikan juga bisa didapatkan dari keluarga dan masyarakat.
Kedua, Tringo yang terdiri dari Ngerti, Ngrasa, dan Nglakoni. Pendidikan
dikatakan berhasil jika outputnya sebagai manusia, pandai mengerti pengetahuan,
pandai merasakan pengetahuan yang diketahui, dan pandai melakukan apa yang
diketahui. Ketiga, Tri N yang terdiri dari Niteni, Nirokke, dan Nambahi. “Sebagai
mahasiswa, jangan pernah merasa cukup ketika disampaikan materi di kelas oleh
para dosen, agar ilmu yang didapatkan bisa berkembang,”pesan Andi setelah
menerangkan tiga aspek pendidikan.
Selanjutnya Andi
memaparkan rumusan daru tujuan pendidikam di Indonesia menurut Ki Hajar
Dewantara yang dibagi menjadi tiga. Pertama yaitu Tetep, Antep, Mantep. Tetep
mempunyai arti ketetapan hati yang luar biasa, tangguh. Antep berarti teguh
terhadap keyakinan yang dimiliki. Kemudian Mantep berarti tidak ada keraguan
dari apa yang dipahami. Kemudian yang kedua Ngandel, Kandel, Kendel, Bandel. Ngandel
berarti percaya terhadap tuhan. Kandel berarti ketebalan terhadap keyakinan
yang diyakini kepada tuhan dan agamanya. Kendel yang berarti keberanian
menyebarkan keyakinan kepada orang lain. Bandel yang berarti tangguh atau pantang
menyerah.
Terakhir, Ning, Neng, Nung, Nang. Ning yang berasal dari kata hening berarti mempunyai hati yang sejuk dan damai. Kemudian Neng yang berasal dari kata meneng berarti kepribadian rendah diri. Nung yang berasal dari kata hanung berarti keteguhan dan kekuatan terhadap keyakinan yang diyakini. Dan Nang yang berasal dari kata menang berarti berhasil menjadi insan kamil yang dicita-citakan pendidikan nasional.
*Dwi Nurul H.
Penulis adalan
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika Semerter 3 dan Divisi kajian LKaP
0 Komentar