Oleh: F02
Secangkir teh hangat Joni nikmati di pagi hari, di depan kamar kosnya di lantai dua. Kamar yang menghadap ke arah jalan tol itu terlihat jelas pemandangan kapitalisme di sekitarnya. Di seberang jalan tol, terdapat pabrik-pabrik yang masih mengeluarkan asap pekat—pertanda masih berlangsung aktifitas pekerja di dalamnya.
Esoknya Joni menikmati kopi sambil membaca berita teranyar. Berita tentang penyebaran virus corona yang mulai menggila di Negeri Kabut Hitam tercinta, Indonesia.
Kring… Ponsel Joni berbunyi. Ada yang menelpon. Ia menyunggingkan seulas senyuman ketika tahu siapa yang menghubunginya.
"Sayang? Dimana kamu sekarang? di rumah saja, ya. Jangan pergi keluar. Batalin semua acara dan rapatmu yang di kota itu." suara dari pacar kesayangannya: Riana.
"Iya aku santuy, kok. Aku tak takut dengan corona. Takutku ketika corona nempel ke aku, nanti kamu cemburu, hehe. Kamu juga jaga diri baik-baik yaa," ucap Joni seraya menutup telepon.
Beberapa saat kemudian, beberapa temannya menelpon dan menanyakan hal yang sama, termasuk si Boy.
"Slonong Boy. Kaya tak biasanya aja sih. Corona enggak bisa membatasi kita, Bung! Kita bisa bergerak dan berkarya meski diam di rumah aja." Ketus Joni.
"Gimana caranya, Jon? Bukankah kamu push rank terus ya? tak usah sok-sokan deh, dasar Lebai" Boy terheran-heran seperti biasa.
"Enggak lah, aku juga punya rutinitas lain selain push rank. Nonton Power Rangers dan Ultraman misalnya, wkwk" Jawab Joni seraya menutup teleponnya.
Joni memutar salah satu lagu berjudul Slonong Boy dari Romi And The Jahats, band punk legendaris yang menyanyikan tentang petuah-petuah kehidupan.
Boy... Boy... Slonong Boy...lakukan saja yang lu mau...Boy... Boy... slonong Boy...asalakan jangan lu mengganggu...Teruskan saja asah otak lu...aturan ada di tanganmu...
Baru sampai reff pertama, Joni langsung mematikan musik, memakai pakaian rapih, dan pergi keliling mencari makanan.
Suasana terlihat sepi tak seperti biasanya. Jalanan terasa lenggang. Banyak toko-toko yang tutup. Maklum ini adalah pusat kota di Jawa Tengah, penyebaran virusnya lebih riskan.
Joni membeli makanan yang ada di persimpangan jalan. Terlihat di situ agak ramai, pedagangnya berani mengambil resiko. Entah terdesak secara keuangan atau memang tidak tersentuh informasi. Tak berselang lama, ada sebuah kecelakaan tunggal di persimpangan tersebut. Seorang Bapak yang tergelincir dari sepeda motornya.
Bapak itu sedikit terbatuk-batuk. Joni kira orang-orang akan langsung membantu. Tetapi mereka hanya terpaku sambil saling melempar perintah.
Tanpa menunggu komando, Joni langsung membantu Bapak tersebut, lalu memindahkan motornya ke pinggir jalan. Orang-orang yang lain masih terpaku di tempatnya berdiri.
Rupanya beliau tak enakan berada di situ terus dan dipandangi orang-orang.
"Saya tak apa-apa, Nak. Terimakasih sudah membantu." Ucap si Bapak seraya menuju ke motornya.
Sesampainya di kos, dengan kesal atas kejadian barusan. Joni mencari artikel tentang penyebaran virus corona di dunia. Ternyata, satu orang bisa menularkan virus ke banyak orang, salah satu kasusnya di Gereja yang bisa sampai 34 terinfeksi dalam beberapa jam saat Misa. Selain itu, Joni juga membaca berita terkait Omnibus Law yang tak kunjung dibatalkan oleh pemerintah. Sehingga akan ada banyak demonstrasi terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Akhirnya Joni memilih untuk menuliskan sesuatu di buku hariannya.
"Ternyata virus-virus ini bukan hanya menyebabkan kuliah online penuh tugas—membuat teman-teman sambat. Bukan juga hanya menyebabkan krisis ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya. Tetapi ia juga menyebabkan krisis kemanusiaan, dan membuat banyak orang menghina Tuhan. Yah, menghina Tuhan bukan hanya menginjak-injak kitab suci-Nya, bukan hanya memainkan nama Nabi-Nya. Namun, bila aku takut enggak bisa push rank—main bareng dengan teman-teman di angkringan karena corona, maka aku sudah menghina Tuhan.
Ternyata, diam #dirumahaja, kecuali ada hal-hal yang darurat. Termasuk pilihan yang bijaksana mengingat penyebaran virus sangat cepat.
Tetapi yang lebih penting dari semua itu adalah jangan sampai virus ini menyebabkan krisis kemanusiaan dan ketuhanan.
Jangan sampai membuat kita ketika melihat suatu kecelakaan yang perlu ditolong, namun tidak menolong hanya karena takut terinfeksi virus. Sama halnya ketika kita melihat banyak pelanggaran HAM dan kita diam saja hanya karena takut dengan The Real Corona alam semesta (Baca: Pemerintah otoriter dan Oligarki)"
Infografis: azad
Oleh: @Fadliriotz_02 (Jangan lupa follow ya) :v
Editor: EykazIlustrasi: pmiigusdur.com - foto demonstran Hong Kong
0 Komentar