Pmiigusdur.com- Lembaga Kajian dan Penerbitan (LKaP) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Abdurrahman Wahid Komisariat UIN Walisongo menyelenggarakan diskusi dengan tema “Mengulik Kasus-Kasus Komersialisasi Pendidikan di Sekitar” yang bertempat di taman EduPark Kampus 2 UIN Walisongo Semarang. Kamis, (25/08/2022).
Acara yang berlangsung selama kurang lebih 135 menit tersebut menghadirkan Demisoner
LKaP Baihaqi An Nizar sebagai pemateri dan anggota LKaP Khasanatul Awaliah
sebagai moderator.
Dalam pemaparannya, Baihaqi menjelaskan bahwa komersialisasi pendidikan adalah mengambil keuntungan dalam bidang pendidikan. Sedangkan, biaya kuliah yang mahal bukan berarti komersialisasi pendidikan karena antara mahasiswa dan perkuliahan sama-sama mendapatkan keuntungan.
“Jika memang dari segi fasilitas tidak sesuai, maka kampus ada indikasi komersialisasi pendidikan. Sementara, indikasi pendidikan di UIN Walisongo sekarang ini adalah ma’had, UKT, mekanisme pelaksanaan TOEFL IMKA, pungutan liar oleh dosen, Wisma UIN, Catering UIN, dan pagelaran yang diwajibkan bagi mahasiswa jurusan PGMI dan PIAUD kemarin,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan alasan pagelaran yang diwajibkan kepada mahasiswa jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibitida’iyah (PGMI) dan Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) termasuk kategori komersialisasi pendidikan.
“Pagelaran yang dilakukan mahasiswa PGMI dan PIAUD kemarin itu, termasuk komersialisasi pendidikan. Jika tidak, harusnya biaya pagelaran tertulis dalam rincian UKT,” tangkasnya.
Baihaqi menambahkan indikasi komersialisasi pendidikan yang lain, yang biasa terjadi dalam lingkup kampus.
“Dosen yang mewajibkan mahasiswanya membeli bukunya sebagai bahan ajar juga termasuk komersialisasi. Karena, dalam kuliah seharusnya ada alternatif bahan ajar yang lain. Sehingga, mahasiswa dapat memilih sesuai dengan kemampuannya,” tambahnya.
Terakhir, Baihaqi memberikan motivasi kepada mahasiswa yang masih menjalani masa perkuliahan agar semangat membaca, berpikir kritis, dan aktif dalam berorganisasi.
“Mahasiswa harus dapat menjaga kestabilan kampus, yaitu dengan cara berpikir kritis, perbanyak membaca, diskusi dan hal apapun yang berpotensi menjadi kritis. Jangan hanya mengandalkan asupan dari perkuliahan, tapi juga harus aktif berorganisasi. Karena, birokrasi akan nyaman jika tidak ada kritik,” tutupnya.
Reporter: Fathur
0 Komentar