Ilustrasi pemarah merusak kesehatan |
Marah merupakan emosi normal yang dirasakan setiap orang. Seperti perasaan cemas atau stres, kemarahan juga bermanfaat jika diungkapkan dengan cara yang sehat dan dikendalikan dengan cepat.
Faktanya, marah dapat membantu sebagian orang berpikir lebih rasional. Namun, kemarahan yang tidak sehat, seperti sering marah, menahan amarah dalam jangka waktu yang lama, atau mengungkapkan rasa marah dalam ledakan kemarahan, dapat berdampak negatif tidak hanya pada hubungan dan kehidupan pribadi, tetapi juga kehidupan Anda secara keseluruhan kesehatan.
Perlu diketahui beberapa dampak negatif bagi kesehatan jika kita sering marah antara lain:
Pertama, peningkatan risiko penyakit jantung. Sering marah dapat berdampak buruk bagi kesehatan jantung manusia. Kemarahan menyebabkan perubahan fisiologis yang memengaruhi darah manusia, yang untuk sementara dapat meningkatkan risiko serangan jantung atau masalah terkait.
Kedua, menurut Harvard Health Publishing, sebuah penelitian menemukan bahwa dalam waktu dua jam setelah ledakan amarah, seseorang berisiko lebih tinggi terkena nyeri dada (angina), serangan jantung, atau aritmia. Sebab, kemarahan menyebabkan pelepasan hormon stres seperti adrenalin yang menyebabkan jantung berdetak lebih cepat dan meningkatkan tekanan darah.
Ketiga, kemarahan juga membuat darah lebih mudah menggumpal, yang sangat berbahaya jika arteri Anda menyempit karena plak yang mengandung kolesterol. Jadi cara melindungi jantung kita adalah dengan mengidentifikasi dan mengatasi emosi sebelum menjadi tidak terkendali.
Menurut Chris Aiken, MD, profesor psikiatri klinis di Fakultas Kedokteran Universitas Wake Forest, mengungkapkan kemarahan dengan cara yang sehat antara lain: bisa berbicara langsung dengan orang yang membuat marah dan mengatasi rasa frustrasinya dengan menyelesaikan masalah.
Keempat, efek negatif selanjutnya bisa terjadi peningkatan risiko stroke Jika kita sering marah, kita perlu berhati-hati karena kita juga berisiko terkena stroke. Kondisi ini terjadi karena adanya bekuan darah di otak atau peningkatan pendarahan di otak setelah ledakan amarah.
Bagi orang yang menderita aneurisma di salah satu arteri otak, risiko pecahnya aneurisma enam kali lebih tinggi setelah kambuh. Kabar baiknya adalah kita bisa belajar mengendalikan amarah dengan mengidentifikasi pemicu amarah dan mencari cara untuk mengubah perilaku marah. Saat kita merasa marah, cobalah menarik napas dalam-dalam, berkomunikasi dengan dengan baik, atau tinggalkan penyebab kemarahan kita.
Kelima, efek negatif marah selanjutnya bisa melemahkan daya tahan tubuh Orang yang sedang marah sehingga kita mudah terserang oleh penyakit. Ilmuwan Universitas Harvard menemukan bahwa pada orang sehat, seseorang yang mengingat kembali pengalaman marah mereka di masa lalu dapat menyebabkan penurunan kadar antibodi imunoglobulin A, garis pertahanan pertama sel yang melawan infeksi selama enam jam.
Jadi, jika kita tidak ingin mudah sakit, carilah strategi yang efektif untuk mengendalikan amarah kita. Misalnya, daripada marah-marah, kita bisa berkomunikasi dengan baik, menyelesaikan masalah dengan lebih efektif, menggunakan humor, dan sebagainya.
Keenam, Selanjutnya bisa memperburuk kecemasan Jika kita menderita gangguan kecemasan, penting untuk diingat bahwa kecemasan dan kemarahan sering kali berjalan beriringan.
Sebuah studi tahun 2012 yang diterbitkan dalam jurnal Cognitive Behavioral Therapy menemukan bahwa kemarahan dapat memperburuk gejala gangguan kecemasan umum, suatu kondisi yang ditandai dengan tingkat kekhawatiran yang berlebihan, tidak terkendali, dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari pasien.
Penyebab depresi Ada hubungan antara depresi, agresi, dan ledakan amarah, terutama pada pria. Orang yang depresi sering kali menunjukkan kemarahan yang pasif, artinya mereka cenderung menahan amarahnya daripada mengambil tindakan.
Bagi kita yang sedang mengalami depresi bercampur amarah, sebaiknya tetap sibuk dan jangan terlalu banyak berpikir. Berbagai aktivitas seperti bersepeda, golf, atau menyulam bisa menjadi solusi yang baik untuk mengendalikan amarah. Kegiatan-kegiatan ini cenderung memenuhi pikiran kita sepenuhnya, hingga tidak ada ruang tersisa untuk marah.
Ketujuh, marah bisa merusak paru-paru Sekalipun Anda tidak merokok, paru-paru kita tetap bisa rusak jika kita sering marah. Menurut hasil penelitian yang dilakukan sekelompok ilmuwan di Universitas Harvard terhadap 670 pria selama kurun waktu 8 tahun, pria yang sering marah mengalami penurunan kapasitas paru-paru secara signifikan sehingga meningkatkan risiko gangguan pernapasan.
Peneliti juga meyakini bahwa peningkatan hormon stres saat marah dapat menyebabkan peradangan saluran napas. Saat kita marah, tubuh mengeluarkan hormon kortisol dan adrenalin sehingga membuat jantung bekerja lebih cepat. Hormon ini juga memiliki kemampuan melepaskan energi sehingga membuat kita akan mudah merasa lelah. Selain itu, marah berkepanjangan tidak hanya berdampak buruk bagi diri sendiri, tetapi juga berdampak pada lingkungan.
Penulis: Prima Trisna Aji (Dosen Spesialis Medikal Bedah dari Indonesia, S3 PhD Lincoln College University Malaysia)
Editor: Agustin Fajariah Asih
0 Komentar