![]() |
Ilustrasi: pinterest.com |
Biografi KH. Hasyim Asy'ari
KH. Hasyim Asy'ari lahir pada 14
Februari 1871 di Desa Gedang, Jombang, Jawa Timur. Beliau adalah seorang ulama
besar yang mendirikan Pesantren Tebuireng pada tahun 1899, yang kemudian
menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terbesar dan paling berpengaruh di
Indonesia. KH. Hasyim Asy'ari dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat
agama, dan beliau menerima pendidikan agama sejak dini. Selama hidupnya, KH.
Hasyim Asy'ari menimba ilmu dari berbagai ulama terkenal, baik di Indonesia
maupun di Mekah, Arab Saudi.
Selain mendirikan Pesantren Tebuireng, salah
satu kontribusi terbesar KH. Hasyim Asy'ari dalam dunia pendidikan Islam adalah
mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1926. Organisasi ini menjadi wadah
besar bagi umat Islam Indonesia untuk mengembangkan pendidikan, dakwah, dan
sosial kemasyarakatan. NU menjadi salah satu organisasi Islam terbesar di
Indonesia yang hingga saat ini memiliki peran sentral dalam pendidikan Islam di
berbagai tingkat, mulai dari pesantren hingga perguruan tinggi.
KH. Hasyim Asy'ari juga dikenal sebagai ulama
yang terlibat aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama dengan
peran pentingnya dalam mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945.
Resolusi ini menyerukan umat Islam untuk melawan penjajah yang mencoba
menguasai kembali Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan. Peringatan Hari
Santri yang diperingati setiap 22 Oktober adalah bentuk penghormatan atas jasa
beliau dan para santri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Landasan Teoritis KH. Hasyim Asy'ari
KH. Hasyim Asy'ari adalah seorang
ulama dengan visi pendidikan yang jelas dan terarah. Beberapa dasar pemikiran
beliau yang mencerminkan pendidikan kritis di antaranya:
1. Pendidikan agama yang
berorientasi pada kemerdekaan dan pembebasan. Pendidikan agama menurutnya harus
berorientasi pada kemerdekaan dan pembebasan. Bagi beliau, pendidikan agama
tidak hanya sekadar memperdalam ilmu-ilmu fiqih atau tafsir, melainkan juga
membentuk kesadaran untuk melawan penindasan dan ketidakadilan, seperti yang
terjadi di masa penjajahan.
2. Mengintegrasikan agama dan
nasionalisme. KH. Hasyim Asy'ari percaya bahwa seorang Muslim yang baik juga
harus menjadi warga negara yang baik, mencintai tanah air, dan berani berjuang
untuk kemerdekaan. Semangat ini ia tanamkan pada para santri, yang kemudian
banyak berkontribusi dalam perlawanan terhadap penjajah.
3. Pentingnya adab dalam
pendidikan. Dalam bukunya Adab al-'Alim wa al-Muta'allim, beliau
menekankan pentingnya etika dalam proses belajar mengajar. Pendidikan, menurut
beliau, bukan hanya soal kecerdasan, tetapi juga soal karakter dan sikap.
Relevansi KH. Hasyim Asy'ari dengan
Isu-Isu Pendidikan Kontemporer
KH. Hasyim Asy'ari bisa dibilang
sangat relevan dengan isu-isu pendidikan saat ini. Beberapa poin yang tetap
menjadi sorotan penting dalam konteks modern:
1.
Pendidikan moral dan
etika. Dalam era digital dan globalisasi, pendidikan yang terlalu fokus pada
aspek akademik seringkali melupakan pembentukan karakter. Pemikiran KH. Hasyim
Asy'ari yang menekankan pentingnya adab sangat cocok untuk memperkuat aspek moral
dan etika dalam pendidikan kontemporer.
2.
Pendidikan yang
mengubah masyarakat. Pendidikan tidak boleh hanya melahirkan lulusan yang
pasif, tetapi juga individu yang kritis, peduli sosial, dan siap menjadi agen
perubahan. Prinsip ini menjadi salah satu landasan pendidikan yang diterapkan
KH. Hasyim Asy'ari di pesantrennya.
3.
Toleransi dan
keberagaman. Ajaran KH. Hasyim Asy'ari yang mendorong santri untuk menghargai
perbedaan dan bersikap toleran sangat penting di tengah meningkatnya konflik
sosial akibat intoleransi. Dalam pendidikan saat ini, penting untuk menanamkan
sikap keterbukaan dan penghargaan terhadap perbedaan.
Pendirian Nahdlatul Ulama (NU)
KH. Hasyim Asy'ari tidak hanya memikirkan pendidikan di pesantren, tetapi juga berusaha menciptakan sebuah organisasi yang bisa menyatukan umat Islam di Indonesia dalam satu gerakan. Pada tahun 1926, bersama beberapa ulama lainnya, beliau mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).
Pendiriannya tidak lepas dari kekhawatiran KH. Hasyim Asy'ari terhadap perkembangan gerakan Islam puritan yang ingin menghapuskan tradisi-tradisi Islam lokal yang sudah lama berkembang di Nusantara. Beliau ingin menjaga agar umat Islam di Indonesia tetap memegang teguh ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah, dengan pendekatan yang moderat dan toleran.
NU tidak hanya bergerak di bidang keagamaan, tetapi juga menjadi kekuatan sosial dan pendidikan. Organisasi ini mendirikan banyak lembaga pendidikan, dari pesantren hingga universitas, yang mengajarkan ilmu agama dengan pendekatan yang terbuka dan sesuai dengan kebutuhan zaman.
Resolusi Jihad dan Semangat Perjuangan
Pada tanggal 22 Oktober 1945, di
tengah situasi genting ketika Belanda berusaha kembali menguasai Indonesia
melalui NICA, KH. Hasyim Asy'ari mengeluarkan Resolusi Jihad. Dalam resolusi
ini, beliau menyerukan bahwa mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah
kewajiban agama. Resolusi ini mendorong ribuan santri dan rakyat biasa untuk
berjuang melawan pasukan sekutu dalam Pertempuran Surabaya, yang menjadi salah
satu tonggak penting dalam sejarah perlawanan Indonesia.
Resolusi Jihad ini menunjukkan
bagaimana KH. Hasyim Asy'ari berhasil menggabungkan nilai-nilai keagamaan
dengan semangat nasionalisme, menciptakan sebuah kekuatan moral yang mendorong
rakyat untuk berjuang demi kemerdekaan. Hingga kini, tanggal 22 Oktober
diperingati sebagai Hari Santri, untuk menghormati jasa beliau dan santri dalam
memperjuangkan kemerdekaan.
Daftar Karya-Karya KH. Hasyim Asy'ari
KH. Hasyim Asy'ari adalah seorang
ulama produktif yang menulis berbagai kitab yang menjadi rujukan penting dalam
pendidikan pesantren. Berikut adalah beberapa karyanya yang terkenal:
1. Adab al-'Alim wa al-Muta'allim: Kitab ini mengajarkan etika bagi para guru dan murid
dalam proses belajar-mengajar.
2. Ziyadat Ta'liqât ala Fath al-Qarîb: Sebuah kitab syarah (penjelasan) dari kitab fiqih
yang menjadi referensi di pesantren.
3. Risâlah Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ'ah: Karya yang menegaskan pentingnya mengikuti ajaran
Ahlussunnah wal Jama'ah dalam kehidupan beragama.
4. Al-Durûs al-Falakiyyah:
Sebuah kitab tentang ilmu falak (astronomi) yang digunakan untuk penentuan
waktu-waktu ibadah.
5. Al-Nûr al-Mubîn fî Mahâsin al-Dîn: Kitab ini membahas tentang keindahan dan kebaikan agama
Islam.
KH. Hasyim Asy'ari adalah figur sentral dalam
dunia pendidikan Islam di Indonesia. Sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU),
beliau bukan hanya ulama besar, tetapi juga seorang pendidik kritis yang
mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan nasionalisme dan perjuangan sosial.
Melalui sistem pesantren dan karya-karyanya, KH. Hasyim Asy'ari menekankan
pentingnya adab, etika, dan kesadaran sosial dalam pendidikan.
Selain itu, peran penting beliau
dalam mengeluarkan Resolusi Jihad menunjukkan komitmen KH. Hasyim Asy'ari untuk
membela kemerdekaan Indonesia, memperkuat semangat perjuangan di kalangan
santri dan umat Islam. Pemikiran dan ajaran beliau yang moderat, toleran, dan
inklusif tetap sangat relevan menghadapi tantangan pendidikan modern, terutama
dalam mengatasi krisis moral, intoleransi, dan ketimpangan sosial.
Sebagai pionir pendidikan Islam
di Nusantara, KH. Hasyim Asy'ari tidak hanya mencetak generasi yang cerdas
dalam ilmu agama, tetapi juga generasi yang memiliki kesadaran sosial,
nasionalisme, dan menghargai keberagaman. Warisan pemikirannya akan terus menjadi
inspirasi dalam membangun sistem pendidikan yang lebih humanis dan berkeadilan.
Referensi:
- Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan
Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII. Prenada Media, 2013.
-
Wahid, Abdurrahman. Islamku, Islam Anda, Islam Kita. Penerbit Kompas,
2006.
-
Rahmat, M. Imam. Resolusi Jihad: Spirit Santri dalam Menjaga
NKRI. Pustaka NU, 2015.
-
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan
Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia. LP3ES, 1982.
Karya: Sahabat M. Novan Heromando / Koordinator Kajian LKaP PMII Rayon Abdurrahman Wahid
0 Komentar