Doc.Google |
Pendidikan sebagai Alat Pembebasan: Menggali Pemikiran Tokoh Pendidikan Kritis Paulo Freire
BAB 1: Pendidikan dan Emansipasi Menurut Freire
Pada masa Paulo Freire, penindasan dalam pendidikan tampak jelas, terutama bagi kaum tertindas. Freire menyadari bahwa pendidikan saat itu didominasi oleh ketimpangan sosial, di mana kaum lemah menjadi korban eksploitasi oleh penguasa. Sebagai seorang penganut pemikiran Marx, Freire melihat kesenjangan antara kaum proletar dan borjuis sebagai masalah yang harus diatasi. Menyuarakan aspirasi kaum tertindas, Freire mengadopsi gagasan Karl Marx dan menjadikannya dasar dalam mengembangkan ideologi pendidikan yang emansipatoris.
Freire tidak hanya menyampaikan kritikannya dalam pemikiran, tetapi juga membuktikannya melalui tindakan nyata. Ia memperkenalkan konsep "pedagogi emansipatoris," yang bertujuan membebaskan individu dari penindasan pendidikan. Dalam gagasannya, ia menguraikan dua konsep utama: dehumanisasi, yang terjadi akibat ketidakadilan dan penindasan, serta humanisasi, yaitu upaya untuk mengembalikan martabat manusia. Menurut Freire, untuk mencapai pembebasan, setiap individu harus melepaskan ego superioritas terhadap orang lain.
Di masa itu, banyak orang yang masih buta huruf. Untuk membuktikan teorinya, Freire melakukan riset pada kaum buruh yang tidak bisa membaca dan menulis. Melalui proses pengajaran intensif selama 15 hingga 45 hari, ia berhasil membuat para buruh tersebut belajar membaca dan menulis. Hal ini memperlihatkan bahwa kaum marjinal pun dapat diubah menjadi individu yang berdaya. Proses ini menjadi inti dari humanisasi menurut Freire, yaitu membangun kesadaran literasi dan memberdayakan mereka secara berkelanjutan.
BAB 2: Pendidikan Gaya Bank
Pendidikan gaya bank adalah metode di mana siswa dianggap sebagai objek pasif, seakan-akan hanya sebagai tempat penyimpanan informasi. Dalam sistem ini, siswa tidak diminta untuk memberikan pendapat atau mengembangkan pemikiran kritis. Mereka hanya menerima informasi tanpa diperbolehkan menanyakannya. Freire menentang keras konsep ini, menyamakannya dengan celengan, di mana siswa hanya diisi tanpa diperhatikan.
Freire berpendapat bahwa pendidikan seharusnya tidak menjadikan siswa sebagai benda mati, melainkan sebagai manusia yang berpikir. Ia ingin menghapus pola pendidikan ini dan menggantikannya dengan pendekatan yang menumbuhkan pemikiran kritis. Baginya, siswa harus didorong untuk bertanya, memahami, dan mempertanyakan segala hal yang diajarkan.
BAB 3: Pendidikan Dialogis
Freire menekankan pentingnya dialog dalam proses pembelajaran. Baginya, pendidikan dialogis merupakan cara efektif untuk menciptakan kesadaran kritis. Melalui dialog, pendidik dan peserta didik dapat berinteraksi dan saling bertukar pandangan, sehingga tercipta pemahaman yang lebih dalam. Freire juga melakukan dialog langsung dengan masyarakat sebagai upaya untuk mengembangkan metode pendidikan yang relevan dengan kebutuhan mereka.
BAB 4: Metode Perlawanan Melalui Dialog
Dalam upaya melawan penindasan, Freire memperkenalkan konsep perlawanan melalui dialog. Seorang penindas cenderung menggunakan metode anti-dialogis, yakni pendekatan yang meniadakan suara dari yang tertindas. Sementara itu, bagi yang tertindas, dialog adalah kunci menuju kebebasan. Freire mengidentifikasi empat elemen penting dalam dialogis: sintesis budaya, kasih sayang, pembentukan organisasi, dan pemahaman yang mendalam. Melalui keempat hal ini, ia berharap dapat menginspirasi kaum tertindas untuk menyuarakan hak mereka dan membangun perlawanan yang berbasis solidaritas dan pemahaman.
Oleh : Alauddin Nabil An Nabhan
Edior : Sabrina
0 Komentar